Kamis, 23 April 2009

Tafsir Ayat 67 At-Taubah dan Dzat Tuhan

Langsung saja pada permasalahan: Dalam Al-Quran Tardjamah Djawi yang dikeluarkan oleh Penjiaran Islam Ngajogjakarta (asli ejaan lama), pada surah At-Taubah ayat 67, saya jumpai kejanggalan tafsir dalam salah satu kalimatnya. Adapun bunyi tafsir lengkapnya pada ayat 67 itu adalah sebagai berikut:

"Wong-wong munafik lanang lan wadon iku sawenehe pada prentah laku mungkar (ala) marang saweneh lijane, lan pada njegah saka laku betjik serta pada anggegem tangane (kumet), apa dene pada lali ing Allah. Pandjenengane Allah uga supe marang wong-wong mahu. Satemen wong-wong munafik iku pada duraka"

Yang saya anggap janggal adalah kalimat: Pandjenengane Allah uga supe. Allah kok supe (lupa). Padahal Allah adalah: "Dzat yang tidak tidur dan tidak lupa (mboten sare lan mboten supe)."

Mohon bapak Kiai berkenan menjelaskannya. Terima Kasih

S. Soemanto Mijen, Semarang.


Jawab:

Bapak Soemanto, ayat 67 surah 9 At-Taubah ini turun dan berbicara tentang orang-orang munafik yang sikap dan perilakunya bertolak belakang dengan orang-orang mukmin, yang terjemahannya sebagai berikut:

"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sama saja, mereka suka menganjurkan perkara mungkar, mencegah yang makruf, dan menggenggam tangan mereka (kikir). Mereka melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka. Sungguh orang-orang munafiklah orang-orang yang fasik"

Ini adalah terjemahan agak bebas versi saya. Bagaimana? Apakah anda merasa janggal juga membacanya?

"Mereka melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka" mungkin tidak begitu berbeda dengan misalnya, "Mereka melupakan Allah; lalu Allah melupakan mereka" (Tafsir Prof. Dr Machmud Yunus), atau dengan "Mereka lupa akan Allah, karena itu (Allah) pun lupa akan mereka". (Terjemah Departemen Agama RI dan Tafsir al-Maraghi).

Tapi dengan "apa dene pada lali Allah. Panjenengane Allah uga supe marang wong-wong mahu". Anda barangkali bisa merasakan perbedaannya.

Ya, seandainya saya boleh mengusulkan kepada Penyiaran Islam Ngayogyakarta yang menerbitkan tafsir itu, mungkin saya hanya mengusulkan agar setelah kata "supe" diberi keterangan (bisa dalam kurung, bisa langsung); seperti misalnya dalam tafsir al-Ibriz-nya KH Bisri Mustofa: "...pada lali marang Allah, mula deweke pada dilalekke dining Allah ta'ala, tegese ora diwelasi...."

Bapak Soemanto, Al-Quran seperti kita maklumi, adalah firman Allah kepada kita, para hamba-Nya yang mempunyai jangkauan pemahaman terbatas ini. Oleh karenanya, kita dalam melihat di dalamnya, banyak ungkapan yang sebenarnya tidak untuk kita dan atau di luar jangkauan kita, menggunakan peristilahan seperti yang kita gunakan untuk dan tentang kita juga. Hal itu ---Wallahu A'lam--- dimaksudkan untuk lebih mendekatkan pemahaman kita terhadap makna firman yang bersangkutan.

Di dalam Al-Quran itu misalnya, banyak kita jumpai ungkapan seperti"

yadullahi ("Tangan Allah"), Wajhullahi ("Wajah Allah"), A'yuninaa ("Mata Kami"). Istawaa 'Alal'arsyi ("duduk di atas singgasana") Tidak mungkin 'kan Allah mempunyai tangan seperti kita, maka para mufassir pun memberi keterangan: yang dimaksud dengan "tangan Allah" adalah kekuasaan-Nya. Demikian pula dengan "wajah" yang berarti Dzat-Nya, "mata" yang berarti pengawasan-Nya dan seterusnya.

Di samping itu ada juga firman yang menggunakan ungkapan sekedar "bandingan" seperti misalnya:

"Mereka (orang-orang) kafir itu membuat tipu daya dan Allah pun (membalas) membuat tipu daya. dan Allah adalah sehebat-hebat pembuat tipu daya" (QS 3. Ali Imran: 54)

Untuk membandingi tipu daya mereka. Allah pun mengistilahkan cobaan atau adzabnya kepada mereka dengan "tipu daya" pula. Seperti halnya juga istilah "supe" dalam ayat 67 at-Taubah yang kita bicarakan sekarang ini. Karena orang-orang munafik itu pada lupa akan Allah, maka Ia pun melupakan mereka. Mengabaikan dan tak mengindahkan mereka. []


KH. Mustofa Bisri
sumber : pesantrenvirtual.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar